Minggu, 09 Maret 2014

Miskonsepsi Materi Konfigurasi Elektron


A.    Kajian Materi Konfigurasi Elektron
1.      Pekembangan model atom
Materi di alam tersusun atas partikel terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Pemikiran ini pertama kali dikemukakan oleh filsuf kuno. Walaupun sampai saat ini kita tidak dapat melihat bentuk nyata dari atom, pemikiran yang dikemukakan oleh para filsuf masih dipakai sampai sekarang terutama tentang partikel penyusun materi adalah atom. Perkembangan model atom terus mengalami perkembangan hingga saat ini, setidaknya terdapat beberapa model atom yang dikenal saat ini, yaitu:
1.1  Model atom democritus
2500 tahun yang lalu beberapa filsuf yunani percaya bahwa semua yang ada di alam ini berasa dari “satu” dan tidak dapat dirubah lagi menjadi sesuatu yang lain. Materi di alam semesta ini berbeda karena “sesuatu” tersebut bergabung dengan caranya. Salah satu filsuf yunani yang mengenalkan istilah “atom” adalah Democritus. Dia tidak setuju bahwa alam ini berasal dari hal yang gaib. Oleh karena itu dia memperkenalkan istilah atom sebagai sesuatu yang sangat kecil, tidak dapat dibagi lagi, dan partikel penyusun materi.
 
1.2  Model atom Dalton
Dalton mengemukakan suatu teori terkait dengan atom yaitu:
1.2.1        materi tersusun atas partikel terkecil yang disebut atom
1.2.2        atom tidak dapat dibagi-bagi lagi. Selama reaksi kimia, atom mengalami penyusunan, atom tidak dapat dipecah lagi, tidak adapat diciptakan atau dimusnahkan.
1.2.3        Atom yang memiliki massa dan sifat yang sama akan bergabung membentuk unsur.   
1.2.4        Atom suatu unsur dapat bergabung dengan atom unsur lainnya membentuk senyawa. Namun demikian, sifat atom penyusun unsur masih dapat terlihat pada beberapa sifat.
Berdasarkan teori Dalton, atom digambarkan seperti bola pejal yang tidak dapat dibagi-bagi lagi.
1.3  Model atom Thomson
Pada pertengahan tahun 1800an ilmuan fisika asal inggris J. J. Thomson menemukan partikel “elektron” yang bermuatan negatif ketika melakukan percobaan dengan menggunakan tabung sinar katoda. Thomson menyarankan bahwa atom tersusun atas subpartikel yang bermuatan negatif dan tersebar di permukaan atom. Kita mengenalnya dengan istilah model atom “roti kismis”. Ketika Thomson menemukan elektron yang bermuatan negatif, para saintis pada zaman itu meyakini terdapat partikel lan yang bermuatan positif yang dinamakan “proton” yang menyebabkan atom bermuatan netral.

1.4  Model atom Rutherford
Ernest Rutherford melakukan percobaan dengan menembakkan sinar alfa ke lempeng emas. Ternyata terdapat sejumlah sinar alfa yang diteruskan/menembus lempeng emas, sebagian dibelokan dan sebagian lainnya dipantulkan kembali. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, Rutherford berkesimpulan bahwa partikel positif (proton) berada di tengah-tengah atom sebagai pusat massa yang kini dikenal sebagai “inti atom”. Namun demikian, Rutherford tidak dapat menjelaskan keberadaan elektron dalam atom. Para ilmuan fisika klasik pada saat itu meyakini bahwa partikel bermuatan negatif (elektron) akan tertarik ke inti yang bermuatan positif. Jika elektron pada akhirnya bergabung dengan inti atom, maka atom tidak akan ada sampai saat ini (positif dan negatif akan menghasilkan sesuatu yang netral). Oleh karena itu, elektron tidak boleh diam, dia harus terus bergerak mengelilingi inti atom untuk mempertahankan posisinya. Model atom yang disarankan adalah elektron bergerak mengelilingi inti menurut lintasan spiral, seperti planet mengorbit matahari.

1.5  Model atom Bohr
Rutherford tidak dapat menjelaskan bagaimana elektron disusun disekitar inti atom. Berdasarkan teori fisika klasik yang menjelaskan bahwa elektron akan mengelilingi inti dengan lintasan spiral, lama kelamaan elektron akan kehabisan energi yang pada akhirnya akan jatuh ke dalam inti. Jika hal ini terjadi, maka atom tersebut akan musnah, pada faktanya atom terus ada hingga saat ini. Neils Bohr menyarankan sebuah teori untuk menjawab permasalah tersebut, Bohr menyarankan bahwa:
1.5.1        elektron bergerak mengelilingi inti pada tingkat energi tertentu yang disebut orbit.
1.5.2        Jika elektron berada pada satu orbit tertentu, maka elektron akan memiliki energi yang tetap.
1.5.3        Jika elektron menyerap energi dari luar, elektron dapat berpindah dari tingkat energi orbit rendah (dekat inti) ke tingkat nergi orbit tinggi (jauh dari inti).
1.5.4        Ketika elektron berpindah orbit dari luar ke dekat inti, maka elektron akan memancarkan sejumlah energi dalam bentuk cahaya.
Bohr menjelaskan bahwa elektron hanya dapat menempati/memiliki energi tertentu yang menempati lintasan orbit tertentu. Dengan kata lain, energi suatu atom adalah terkuantisasi. Oleh karena elektron hanya diperbolehkan berada pada tingkat energi tertentu, maka elektron hanya punya sedikit kemungkinan untuk memancarkan energi cahaya ketika berpindah orbit. Bohr berhasil menjelaskan spektrum cahaya atom hidrogen bersifat diskontinu.
Namun demikian, teori atom Bohr hanya berlaku untuk atom hidrogen saja. Bohr gagal menjelaskan untuk atom lain yang memiliki elektron lebih dari satu.  
1.6  Model atom mekanika kuantum
Teori atom Bohr tidak dapat menjelaskan kedudukan elektron dalam atom. Jika teori atom Bohr benar, pada lintasan tertentu sejumlah elektron akan memiliki jarak yang sama dari inti atom. Berdasarkan hasil percobaan, jarak setiap elektron tidaklah sama dari inti atom. Model atom Bohr hanya berlaku untuk atom hidrogen saja.
Teori fisika kuantum dapat menjelaskan bagaimana elektron disusun dalam atom. Ilmuan yang terkenal mendukung teori ini adalah
1.6.1        Louis de Broglie, tentang elektron dapat dipandang sebagai partikel dan gelombang.
1.6.2        Heisenberg, tentang prinsip ketidakpastian posisi elektron dalam atom.
1.6.3        Erwin Schrodinger, tentang fungsi energi gelombang yang pada akhirnya menemukan bilangan kuantum sebagai penjelasan untuk menentukan posisi elektron pada tingkat energi tertentu.
Model atom mekanika kuantum menjelaskan bahwa elektron menempati tingkat energi tertentu yang digambar sebagai volume ruang, dikenal dengan istilah bentuk orbital. Terdapat empat bentuk orbital yang dapat dipandang sebagai area kemungkinan terbesar ditemukannya elektron. Orbital tersebut adalah orbital s, p, d dan f. Bentuk orbital elektron tergantung pada tingkat energinya, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

2.      Konfigurasi elektron
Konfigurasi elektron didesain untuk menggambarkan bagaimana elektron disusun disekitar inti berdasarkan tingkat energi orbit dan orbital. Dalam penyusunan elektron disekitar inti atom, maka akan dikenal istilah empat bilangan kuantum. Yaitu (1) bilangan kuantum utama, n, menunjukan ukuran dan tingkatan energi gelombang elektron; (2) bilangan kuantum azimut, l, menunjukkan bentuk ruang kebolehjadian ditemukannya elektron; (3) bilangan kuantum magnetik, m, menunjukkan bagaimana elektron disusun dalam orbital; dan (4) bilangan kuantum spin, s, menunjukkan arah orientasi elektron. Karena orbital berada dalam tingkat energi tertentu, maka konfigurasi elektron disusun berdasarkan kenaikan tingkat energi tersebut. Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana orbital disusun berdasarkan tingkat energinya:


Elektron disusun mengikuti aturan sebagai berikut:
2.1  Elekton menempati elektron mulai dari orbital yang memiliki energi terendah (Prinsif Aufbau)
Penyusunan ini didasarkan atas hasil percobaan terutama penelitian spektroskopi dan magnetik. Jadi penyusunan elektron harus mengikuti urutan sebagai berikut
             
Penyusunan juga dapat menggunakan diagram dibawah ini untuk memudahkan dalam menghapal.

2.2  Tidak boleh ada dua elektron yang memiliki keempat bilangan kuantum yang sama. (larangan Pauli)
Pauli menjelaskan hanya dua elektron yang dapat menempati tingkat orbital yang sama, namun dengan spin yang berlawanan.
2.3  Jika ada dua atau lebih orbital kosong, masing-masing diberi satu elektron sampai semuanya setengah penuh (aturan Hund)
Sebagai contoh, kita akan mengkonfigurasikan elektron 3Be berdasarkan aturan akan ditulis menjadi


Dapat dilihat Berelium memiliki 2 elektron valensi di orbital 2s.

Contoh lain, unsur 6C :
Disamping menggunakan cara diatas, kita dapat menuliskan konfigurasi elektron dengan cara pengisian berdasarkan tingkatan energi orbital, seperti contoh konfigurasi unsur 19K berikut:

Gambar 6
Konfigurasi elekton unsur 19K. Terlihat pengisian dilakukan dari orbital yang terendah terlebih dahulu (CK-12 foundation, 2010:Jika kita tuliskan dalam satu baris, maka akan diperoleh urutan sebagai berikut:
                                    19K : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1

Untuk memudahkan penulisan konfigurasi untuk unsur-unsur yang memiliki nomor atom besar, kita dapat menyingkat dengan menggunakan konfigurasi gas mulia. Perhatikan diagram berikut:

                                    19K : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1
                                    18Ar : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Sehingga penulisan konfigurasi unsur 19K dapat ditulis menjadi:
                                            19K : [18Ar] 4s1


3.       Konfigurasi elektron dan sistem periodik unsur
Sifat unsur bergantung pada konfigurasi elektron, konfigurasi elektron yang mirip mempunyai sifat-sifat kimia yang mirip. Elektron yang paling menentukan sifat kimia unsur adalah elektron terluar (elektron valensi) yang merupakan elektron yang tidak terikat kuat yang mempunyai peranan dalam pembentukan ikatan kimia. Elektron valensi juga berperan dalam penyusunan unsur-unsur dalam periodik unsur.
Berikut akan dipaparkan konfigurasi elektron beberapa unsur yang berada pada golongan periodik unsur.

Tabel 1. Konfigurasi elektron unsur golongan alkali
Golongan Alkali
No atom
Konfigurasi elektron
Tingkat energi
Li
3
1s2 2s1
n = 1, l = 0, m = 0, s = +1/2
Na
11
1s2 2s2 2p6 3s1
n = 3, l = 0, m = 0, s = +1/2
K
1
(18Ar) 4s1
n = 4, l = 0, m = 0, s = +1/2
Rb
37
(36Kr) 5s1
n = 5, l = 0, m = 0, s = +1/2
Cs
55
(54Xe) 6s1
n = 6, l = 0, m = 0, s = +1/2
Fr
87
(86Rn) 7s1
n = 7, l = 0, m = 0, s = +1/2










Tabel 2. Konfigurasi elektron unsur golongan alkali tanah
Golongan Alkali Tanah
No atom
Konfigurasi elektron
Tingkat energi
Be
3
1s22s2
n = 1, l = 0, m = 0, s = -1/2
Mg
12
1s22s22p63s2
n = 3, l = 0, m = 0, s = -1/2
Ca
20
(18Ar) 4s2
n = 4, l = 0, m = 0, s = -1/2
Sr
38
(36Kr) 5s2
n = 5, l = 0, m = 0, s = -1/2
Ba
56
(54Xe) 6s2
n = 6, l = 0, m = 0, s = -1/2
Ra
88
(86Rn) 7s2
n = 7, l = 0, m = 0, s = -1/2
















Tabel 3. Konfigurasi elektron unsur golongan Oksigen Sulfur
Golongan Oksigen-sulfur (VIA)
No atom
Konfigurasi elektron
Tingkat energi
O
8
1s2 2s2 2p4
n = 1, l = 1, m = -1, s = -1/2
S
16
1s22s2 2p6 3s2 3p4
n = 3, l = 1, m = -1, s = -1/2
Se
34
(18Ar) 4s2 3d10 4p4
n = 4, l = 1, m = -1, s = -1/2
Te
52
(36Kr) 5s2 4d10 5p4
n = 5, l = 1, m = -1, s = -1/2
Po
84
(54Xe) 6s2 4f14 5d10 6p4
n = 6, l = 1, m = -1, s = +1/2









Tabel 4. Konfigurasi elektron unsur golongan halogen
Golongan Halogen
No atom
Konfigurasi elektron
Tingkat energi
F
7
1s2 2s2 2p5
n = 1, l = 1, m = -0, s = -1/2
Cl
17
1s22s2 2p6 3s2 3p5
n = 3, l = 1, m = -0, s = -1/2
Br
35
(18Ar) 4s2 3d10 4p5
n = 4, l = 1, m = -0, s = -1/2
I
53
(36Kr) 5s2 4d10 5p5
n = 5, l = 1, m = -0, s = -1/2
At
85
(54Xe) 6s2 4f14 5d10 6p5
n = 6, l = 1, m = -0, s = +1/2








Pada tabel konfigurasi elektron unsur-unsur pada golongan terlihat bahwa dalam satu golongan yang sama memiliki konfigurasi elektron terakhir yang terdapat kesamaannya, yaitu pada bilangan kuantum azimut (l), magnetik (m) dan spin (s). Sementara hanya berbeda pada bilangan kuantum utama (n). Bilangan kuantum utama menyatakan ukuran ruang orbital kemungkinan ditemukannya elektron. Semakin besar harga n, maka ukuran atom tersebut semakin besar. Berdasarkan kesamaan bilangan kuantum inilah, unsur-unsur disusun dalam sistem periodik. Dalam satu golongan yang sama, memilki kemiripan sifat fisika dan kimia.






B.     Miskonsepsi dan Solusinya
Sebagian besar peserta didik mengalami miskonsepsi dalam beberapa konsep pemahaman konfigurasi elektron. Berikut akan dipaparkan beberapa miskonsepsi yang sering ditemukan:

1.      miskonsepsi penentuan bilangan kuantum magnetik
Selama ini peserta didik menganggap bahwa harga-harga dari bilangan kuantum magnetik merupakan urutan penempatan elektron pada saat mengisi diagram orbital atau sebagai nomor ruang dalam diagram orbital. Pada diagram orbital p, kotak pertama mereka anggap orbital px, kotak kedua sebagai orbital py, dan kotak ketiga sebagai orbital pz, dengan harga bilangan kuantum magnetik diurutkan menaik dari -1, 0, dan +1. Harga-harga ini dipahami mereka berturut-turut sebagai px, py,dan  pz. Padahal lambang orbital ini justru terkait secara eksak dengan bilangan kuantum magnetik (ml). dengan konsep ini, elektron pertama yang berada orbital p dipahami berada dalam orbital px. Ini merupakan pemahaman yang keliru.
Konsep yang benar atas konsep bilangan kuantum magnetik adalah bahwa harga-harga pada bilangan kuantum magnetik merupakan label yang memiliki arti matematis khusus terkait orientasi orbital dalam ruang sumbu Cartesius, bukan merupakan numerik atau penomoran ruang orbital ataupun urutan penempatan elektron dalam orbital. Jadi semua kotak diagram p memiliki kemungkinan satu dari tiga harga “label” dari orbital p.
2.      Tata cara pengisian elektron dalam orbital
Pengisian elektron pada tingkat energi s,p, d dan f sesungguhnya tidak ada aturan yang mengatur  pengisian elektron dari kiri ke kanan atau bebas, Perhatikan kemungkinan pengisian elektron pada orbital p untuk unsur 6C (1s2 2s2 2p2) berikut:
Diantara ketiga kemungkinan di atas, tidak melangggar aturan berdasarkan larangan Pauli. Sesuai dengan aturan hund mengisi satu elektron pada tiap-tiap orbital dengan arah putaran (spin) yang sama. Hal ini dikarenakan kita harus menentukan mana yang paling stabil. Pada gambar (a) terlihat bahwa elektron berada pada orbital yang sama dengan arah spin yang berlawanan, ini memungkinkan terjadinya peristiwa saling meniadakan dibandingkan ketika dipisahkan dalam dua orbital. Ini menjelaskan kenapa atom karbon memiliki sepasang elektron yang tidak berpasangan. Jadi, susunan elektron yang paling stabil adalah gambar (c). Setelah semua orbital terisi satu elektron, elektron sisanya akan mengisi orbital dengan arah putaran (spin) yang berlawanan, sehingga orbital terisi pasangan elektron. Agar memudahkan mengingat maka pengisian elektron dimulai dari kiri ke kanan sesuai dengan kebiasaan menulis huruf latin. Perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh : 7N
Konfigurasi elektron : 1s2 2s2 2p5
Diagram orbital :
Pengisian menurut Frederick Hund, 1927 (dikenal aturan Hund) menyatakan bahwa elektron yang mengisi tingkat energi dengan jumlah orbital lebih dari satu akan tersebar pada orbital yang mempunyai kesamaan energi (equal-energy orbital) dengan arah putaran (spin) yang sama. Asas ini dikemukakan berdasarkan penalaran bahwa energi tolak-menolak antara dua elektron akan minimum jika jarak antara elektron berjauhan. Untuk lebih memahaminya, perhatikan gambaran pengisian elektron pada orbital p. Tingkat energi  yang mengandung orbital lebih dari 1 adalah p, d, dan f. Pengisian elektron menurut aturan hund dimulai dengan mengisi satu elektron pada tiap-tiap orbital dengan arah putaran (spin) yang sama dari kiri ke kanan. Setelah semua orbital terisi satu elektron, elektron sisanya akan mengisi orbital dengan arah putaran (spin) yang berlawanan, sehingga orbital terisi pasangan elektron.

Contoh pengisian yang benar.

Contoh pengisian yang salah
      
3.      Pengaruh jumlah elektron terhadap bentuk orbital
Sebelum membahas bentuk orbital, terlebih dahulu kita kembali pada penjelasan mengenai orbital itu sendiri. Orbital atom adalah volume ruang disekitar inti tempat ditemukannya electron atau dengan kata lain orbital atom adalah kebolehjadian ditemukannya electron. Di dalam setiap orbital, electron menyebar disekitar inti, dimana penyebaran electron ini tidak merata. Akibatnya ada bagian dengan konsentrasi muatan electron besar da nada bagian dengan konsentrasi muatan electron kecil. Berikut ini merupakan contoh bentuk dari orbita s dan p:
                            
Dari gambar diatas, dapat dilihat bentuk orbital dari orbital s dan p. Bentuk orbital p adalah halter yaitu terdapat dua daerah/cuping dengan ukuran yang sama. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah bagaimana bentuk orbital p jika orbital tersebut tidak terisi penuh. Kita ambil contoh dari atom unsur golongan VIIA (halogen) yaitu F dengan nomor atom 9. Konfigurasi dari atom F adalah 1s2 2s2 2p5. Sebagaimana kita ketahui orbital p maksimal diisi oleh 6 elektron. Dari konfigurasi tersebut terlihat bahwa orbital p tidak terisi maksimal. Lalu bagaimana bentuk dari orbital p tersebut? Apakah berubah menjadi 1 daerah/cuping? Jawabannya adalah tetap atau tidak berubah yaitu dengan dua daerah/cuping. Jumlah electron yang mengisi suatu orbital tidak mempengaruhi maupun merubah bentuk orbital tersebut melainkan hanya merubah ukuran dari orbital tersebut, hal ini dikarenakan orbital adalah keboleh jadian ditemukannya electron.

4.      miskonsepsi arah dari bilangan kuantum spin
Miskonsepsi terjadi dalam penentuan bilangan kuantum magnetik spin bagi elektron tak berpasangan dalam suatu orbital. Sebagian besar responden menganggap bahwa elektron yang tidak berpasangan dalam suatu orbital pastilah memiliki bilangan kuantum magnetik spin +1/2. Konsep yang benar adalah bahwa harga bilangan kuantum magnetik spin bagi elektron tak berpasangan adalah mungkin +1/2 atau -1/2. Dalam hal ini, harga bilangan kuantum magnetik spin bukanlah sebuah kepastian atau diurutkan mulai dari +1/2 dulu kemudian -1/2, melainkan sebuah kemungkinan. Perlu ditekankan bahwa tanda +1/2 dan -1/2 hanyalah merupakan sebuah konvensi untuk menunjukkan bahwa jika terdapat dua elektron dalam satu orbital, maka arah spin kedua elektron harus saling berlawanan sesuai dengan prinsip Pauli.
5.      miskonsepsi kata elektron terakhir dan perbedaan antara elektron terluar dengan elektron valensi
Menurut Sugiyarto (2012: 16), istilah “elektron terakhir’ dan “elektron ke-…” merupakan dampak dari miskonsepsi atas makna diagram aufbau. Makna diagram aufbau bukan untuk menandai “elektron terakhir” atau “elektron ke-…”, melainkan sebagai mnemonic dalam menuliskan konfigurasi elektronik secara akurat terkait dengan banyaknya elektron tiap orbital dengan beberapa pengecualian. Istilah yang dapat dipertanggungjawabkan adalah elektron terluar (outermost electron) atau elektron valensi (valence electron), yang biasanya dipahami sebagai elektron-elektron berenergi tinggi yang berperan dalam pembentukan ikatan didalam senyawa-senyawa kimia sederhana.
Pada konfigurasi elektron, jumlah elektron yang terdapat pada kulit terluar suatu atom disebut elektron valensi. Sebagian besar ikatan kimia terbentuk dengan memanfaatkan elektron valensi sehingga elektron valensi dapat dikatakan penentu sifat kimia suatu unsur, unsur-unsur yang memiliki elektron valensi yang sama akan menunjukkan kemiripan sifat.
Elektron terluar adalah elektron yang terletak pada subkulit yang mempunyai energi terluar, yaitu elektron yang terletak pada subkulit yang mempunyai energi terbesar, yaitu elektron yang terletak pada subkulit terluar menurut aturan Hund.
Jadi elektron valensi dari Cl adalah 7 sedangkan elektron terluar dari Cl terletak pada subkulit 3p5 yang memiliki tanda panah biru. mempunyai n = 3, l= 1, m = 0, s = – ½
Pada konsep bilangan kuantum utama yang dihubungkan dengan kulit terjadi miskonsepsi yaitu “bilangan kuantum utama(n) hanya bernilai 1 sampai 7”,
Kulit
K
L
M
N
O
P
Q
Harga n
1
2
3
4
5
6
7

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahpahaman atas penetapan bilangan kuantum pada model atom, yaitu bilangan kuantum utama dipahami menunjukkan kulit atom. Penyajian bilangan kuantum utama pada tabel diatas jelas menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Siswa akan memiliki pemikiran bahwa atom hanya terdiri atas 7 kulit atau tingkat energi. Hal ini nampaknya dikacaukan oleh fakta bahwa hingga kini atom unsur yang dikenal hanya melibatkan nomor kulit ketujuh. Konsep yang benar adalah bahwa bilangan kuantum utama memiliki nilai dari 1, 2, 3, dan seterusnya sampai tak berhingga. Bilangan kuantum utama menggambarkan tingkat energi utama dan ukuran dari atom, bukan menyatakan kulit.

6.      Miskonsepsi antara pengisian elektron dan penyusunan elektron
Pada pembelajaran mengenai konfigurasi atom suatu unsur, masih sering ditemui istilah ‘pengisian elektron’ untuk mepelajari susunan-susunan elektron di dalam suatu atom unsur. Berikut kutipan penggunaan istilah ini dalam beberapa buku kimia untuk siswa SMA kelas XI semester gasal:
“...Bagaimana pengisian elektron ke dalam orbital? Pengisian orbital oleh elektron mengikuti aturan dengan memperhatikan tiga hal, yaitu asas AufBau, asas larangan Pauli, dan asas  Hund”. (Partana, C.F. dan Wiyarsi, A., 2009: 11)

“Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital mengikuti aturan-aturan berikut...”. (Harnanto A. Dan Ruminten, 2009: 12)

“Untuk atom berelektron banyak pengisian mengikuti aturan aufbau, yaitu dimulai dari tingkatenergi yang lebih rendah kemudian mengisi tingkat energi berikutnya...”. (Fauziah N., 2009: 6)

Penggunaan istilah ‘pengisian elektron’ ini kurang tepat sehingga perlu diperbaiki. Istilah ‘pengisian’ seolah menggambarkan bahwa elektron yang terdapat dalam suatu atom berasal dari luar atom. Padahal tidak demikian. Elektron telah tersusun di dalam atom sedemikian sehingga memberi sifat khas pada atom tersebut yang membedakannya dengan atom unsur-unsur lain. Penggunaan istilah ini perlu diperbaiki agar tidak terjadi miskonsepsi. Istilah yang lebih tepat untuk menggantikan istilah ini adalah ‘penyusunan elektron’.

7.      Konfigurasi elektron bilangan kuantum menjelaskan berbagai unsur dalam sistem periodik.
Berdasarkan kajian teoritik mengenai konfigurasi elektron dari berbagai buku teks, terutama terbitan luar. Tidak ditemukan penulisan konfigurasi elektron berdasarkan kulit atom. Dengan kata lain konfigurasi elektron Bohr sudah tidak relevan dengan konsep kekinian ilmu kimia. Dalam buku teks sudah sangat jelas dituliskan bahwa konfigurasi elektron Bohr hanya berlaku untuk unsur hidrogen saja yang memiliki satu elektron disekitar inti atom. Untuk unsur yang memiliki lebih dari satu elektron harus menggunakan konfigurasi mekanika kunatum berdasarkan tingkatan enegi elektron. Sehingga standar isi tentang konfigurasi elektron untuk kelas X sebaiknya tidak dipakai lagi, hal ini akan menghilangkan miskonsepsi dalam memaknai konfigurasi elektron yang diajarkan di kelas XI




















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

       Berdasarkan hasil diskusi tentang pembahasan konfigurasi elektron, guru maupun siswa mengalami miskonsepsi diantaranya pada:
1.      Miskonsepsi penentuan bilangan kuantum magnetik
2.      Tata cara pengisian elektron dalam orbital
3.      Pengaruh jumlah elektron terhadap bentuk orbital
4.      Miskonsepsi arah dari bilangan kuantum spin
5.      Miskonsepsi kata elektron terakhir dan perbedaan antara elektron terluar dengan elektron valensi
6.      Miskonsepsi antara pengisian elektron dan penyusunan elektron
7.      Konfigurasi elektron bilangan kuantum menjelaskan berbagai unsur dalam sistem periodik.
Terjadinya miskonsepsi dari konsep konfigurasi elektron menurut teori atom Bohr menyebabkan miskonsepsi konfigurasi elektron berdasarkan teori mekanika kunatum semakin besar. Oleh karena itu, berdasarkan diskusi kelas, penyampaian konfigurasi elektron dengan cara Bohr tidak perlu diberikan lagi ke siswa kelas X. Hal ini dikarenakan keterbatasan konfigurasi elektron Bohr menjelaskan konfigurasi untuk unsur-unsur yang memiliki lebih dari satu elektron.










DAFTAR PUSTAKA

CK-12 Foundation. (2010). CK-12 Chemistry [versi elektronik]. San Fransisco: Flexbook.

Fauziah, N. (2009). Kimia 2 : SMA dan MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Fauziah, N. (2009). Kimia 2 : SMA dan MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Harnanto A. Dan Ruminten. (2009). Kimia 2 : Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Kemendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2, Tahun 2006, tentang Standar Isi.

Partana, C.F. dan Wiyarsi, A. (2009). Mari Belajar Kimia 2: untuk SMA XI IPA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Petrucci, Ralph. H., et. al. (2011). General Chemistry: Principles and Modern Applications 10th edition. Toronto: Pearson.

Sinamora, Maruli., & Redhana, I Wayan. (2007). Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia Pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom [versi elektronik].  Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1(2), 148-160.

Sugiyarto, K.H., Pratomo, Heru., & Gultom. (2011). Miskonsepsi Atas Pokok Bahasan Bilangan Kuantum dan Konfigurasi Elektron Pada Bebagai Buku Ajar Kimia SMA dan Para Guru Penggunanya. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kimia: Perananan Pendidikan Kimia, Penilitian dan Industri Dalam Pembentukan Karakter, di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.